Syamsul jahidin - KUHP Baru Diantara Pro dan Kontra (Adv.Muhamad Zarkasih SH.,MH.,MSi)

KUHP Baru Diantara Pro dan Kontra

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia telah mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang berlangsung di Gedung DPR RI, 6 Desember 2022 lalu. Ada point penting dari lahirnya RKUHP baru ini, diantaranya adalah terlihat adanya semacam paradigma baru hasil pergeseran dari konsep restitusi yang cenderung menerapkan efek jera (KUHP lama) kepada konsep perbaikan atau restorasi (KUHP baru). Ini adalah sebuah keinginan lama yang sangat diimpikan, dalam konteks Indonesia meninggalkan dasar hukum pidana warisan kolonial, lalu memasuki undang-undang pidana yang “lebih Indonesia”. 

Sebagaimana sesuatu yang baru maka niscaya juga KUHP baru ini pun menuai pro dan kontra. Bisa saja di balik pro dan kontra itu ada nuansa subyektivitas atau obyektivitas, namun haruslah tetap dianggap wajar, sebab sebuah pendapat pasti memiliki muatan kepentingan si pemilik pendapat tersebut, baik langsung atau tak langsung. Sekarang mari kita tengok beberapa pasal dari KUHP baru yang paling banyak menuai pro dan kontra itu. 

Pasal 18 sampai Pasal 20 KUHP baru adalah pasal-pasal yang dikritisi oleh para  politisi dan aktivis. Ada jeratan hukum yang menanti di ujung pasal yang dianggap sebagai pasal karet ini. Bagi sebahagian politisi kehadiran pasal-pasal itu dianggap sebagai sebuah kemunduran, dimana bentuk negara Indonesia yang demokrasi seperti sedang digeser ke arah monarki. Indonesia bagaikan dikembalikan ke masa lalu, dimana pemujaan terhadap raja dan ratu dianggap mutlak dan KUHP baru memiliki potensi merubah pengertian  raja dan ratu itu menjadi Presiden dan Wakil Presiden. 

Sementara itu bagi kalangan aktivis, pasal-pasal baru yang mengatur soal demonstrasi dianggap juga sebagai sebuah kemunduran dari reformasi, sebab ada bagian yang “mengancam” kebebasan menyatakan pendapat di jalanan. Ada aturan yang amat sangat ketat yang mengkerdilkan arti kebebasan itu sendiri. Meskipun DPR menyatakan hal itu tak benar, sebab kebebasan menyatakan pendapat di ruang publik tetap bisa berlangsung selama meminta ijin dari pihak keamanan. 

Pasal lain yang juga mendapat kritik secara unik adalah pasal yang membahas soal LGBT dan kumpul kebo. Aktivis LGBT menyoroti beberapa di KUHP baru sebagai terlalu ikut campur mengatur masalah ranjang atau kehidupan sex mereka. Menurut mereka, seharusnya negara tidak perlu bertindak sejauh itu. Mereka melihat ada sikap yang diskriminatif terhadap kaum LGBT. Persoalan makin meruncing manakala KUHP baru juga menjerat perilaku sex bebas atau tanpa pernikahan (kumpul kebo). Bahkan Duta Besar AS di Indonesia bisa sampai pada satu kesimpulan bahwa pasal-pasal yang melarang kehidupan sex tanpa nikah dapat menyebabkan turunnya minat investasi asing di Indonesia oleh karena dianggap terlalu ketat dan membuat tak nyaman warga negara asing yang datang ke Indonesia. Apakah kedua pendapat diatas itu benar adanya?

KUHP baru tentu saja tidak memiliki pretensi untuk mengatur kehidupan ranjang atau sex setiap warga negara. Semua itu tetap berada di wilayah personal. Yang dijaga oleh KUHP baru adalah hal-hal yang bersifat etika dan moral, terutama menyangkut nilai-nilai agama. KUHP baru – dalam konteks lebih luas adalah negara – memiliki kewajiban itu, sepanjang Pancasila masih memiliki sila ke-1, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Indonesia memang bukan negara agama, namun negara punya kewajiban untuk ikut menjaga moralitas warga negaranya untuk tidak keluar dari nilai-nilai agama. Menafikan nilai agama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah bisa dianggap sebagai pengkhianatan terhadap Pancasila. 

Itulah beberapa contoh pasal atau bagian dari KUHP baru yang menuai kontroversi. Kontroversi atau perbedaan pendapat tidaklah juga harus dimusuhi atau digerus. Tetap disediakan saluran untuk setiap penolakan itu melalui Mahkamah Konstitusi. Disanalah setiap penolakan memperoleh waktu dan tempat untuk diungkapkan. Dan keputusan MK pada akhirnya haruslah dipatuhi oleh semua orang, suka atau tidak suka. Sebab setiap hal – termasuk pemberlakuan KUHP baru – tidaklah mungkin juga bisa memuaskan semua orang. Selalu ada yang senang, selalu ada yang kecewa...

Penulis :


Adv.Muhamad Zarkasih SH.,MH.,MSi
(Ketua BPW PERADIN DKI JAKARTA)

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syamsul Jahidin - ANALISIS TERHADAP UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE)